Saturday, August 15, 2009

karyawan

Jadi Karyawan

Mengapa perputaran karyawan tinggi walaupun remunerasinya diatas rata-rata?
Uangkah pemicunya?
Atau ada faktor lain yang menentukan kesetiaan mereka?
Akhir tahun lalu, Lesmana, seorang teman lama yang ahli dalam pengembangan
bisnis telekomunikasi mendapatkan tawaran dari sebuah perusahaan
multinasional untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.
Dia tertarik dan memutuskan untuk bergabung.
Dia telah banyak mendengar tentang pimpinan perusahaan ini, yang sering diberitakan sebagai pemimpin
visionaris dan legendaris. Gaji Lesmana besar, perlengkapan kantornya
mutakhir, teknologinya canggih, kebijakan SDM-nya pro-karyawan,
kantornya megah didaerah segitiga emas, bahkan kantinnya menyajikan makanan
yang lezat dan murah. Dua kali dia dikirim keluar negeri untuk pelatihan.
"Proses pembelajaran saya adalah yang tercepat di sini,"kata Lesmana.
"Sungguh menakjubkan bekerja dengan dukungan teknologi mutakhir seperti di perusahaan ini".

Siapa nyana dua minggu lalu, belum genap tujuh bulan bekerja di perusahaan
itu, dia mengundurkan diri. Lesmana belum mendapatkan tawaran pekerjaan lain, tapi dia tidak sanggup lagi bertahan di sana.
Belakangan,
sejumlah karyawan di divisi yang sama dengannya ikut resigned.
Direktur utama perusahaan itu pun merasa tertekan karena perputaran (turnover)
karyawan sangat tinggi. Cemas memikirkan biaya yang sudah dikeluarkan
perusahaan untuk alokasi dana pelatihan karyawan. Ia juga bingung lantaran tidak tahu
apa gerangan yang terjadi. Mengapa karyawan yang bertalenta bagus ini
mengundurkan diri, padahal gajinya sudah cukup tinggi?
Lesmana resigned karena beberapa alasan. Alasan ini juga yang menyebabkan
sebagian besar karyawan lain yang bertalenta tinggi akhirnya mengundurkan diri.
Beberapa survey membuktikan bahwa jika anda kehilangan karyawan berbakat,
periksalah atasan langsung mereka. Si atasan adalah alasan utama karyawan
tetap bekerja dan berkembang dalam suatu perusahaan. Namun dia jugalah yang menjadi
alasan utama mengapa para karyawan berhenti dari pekerjaannya, membawa pergi
pengetahuan, pengalaman dan klien mereka. Bahkan tidak jarang selanjutnya secara
terang-terangan berkompetisi dengan perusahaan bekas tempatnya bekerja.

"Karyawan meninggalkan manajernya bukan perusahaannya, "
kata para ahli SDM.
Begitu banyak uang yang telah dikeluarkan untuk tetap mempertahankan
karyawan berbakat, baik dengan memberikan gaji lebih tinggi, bonus ekstra
maupun pelatihan mahal. Namun pada akhirnya, perputaran karyawan kebanyakan
disebabkan oleh manajer/pimpinannya ,bukan oleh hal lain.

Jika anda mengalami masalah turnover, maka pertama-tama periksalah
kembali para manajer anda. Apakah mereka biang keladi yang membuat para
karyawan tidak betah? Pada tahap tertentu, karyawan tidak lagi melihat jumlah uang
yang ia dapatkan, tapi lebih kepada bagaimana mereka diperlakukan
dan seberapa besar perusahaan menghargai mereka. Kedua hal ini umumnya tergantung dari sikap para pimpinan
terhadap mereka.
Dan sejauh ini, bekerja dengan atasan yang buruk sering dialami oleh para
karyawan yang bekerja dengan baik. Survey majalah Fortune
beberapa tahun lalu mengungkapkan bahwa 75% karyawan menderita karena berada di
bawah atasan yang menyebalkan.
Dari seluruh penyebab stress ditempat kerja, seorang atasan yang jahat
mungkin adalah hal yang terburuk, yang secara langsung akan mempengaruhi kinerja dan mental para karyawan.
Simak saja kisah yang dikutip langsung dari"medan perang" ini.
Mulya, seorang insinyur, masih bergidik saat membayangkan hari-hari dimana ia
dimaki-maki bos di depan staf lainnya. Atasannya itu sering menghina dengan kata-kata
yang kasar. Waktu menghadapi hal menakutkan itu, Mulya praktis tak punya
nyali untuk menjawab. Ia kembali ke rumah dengan perasaan tidak keruan dan
mulai menjadi kasar seperti sang atasan. Bedanya kekesalan ini dilampiaskan
ke istri dan anak-anaknya, kadang juga ke anjing peliharaannya.
Lambat laun, bukan pekerjaan Mulya saja yang kacau balau, pernikahan dan keluarganya pun hancur berantakan.
Nasib Agus juga setali tiga uang. Menceritakan "penyiksaan"
yang dilakukan oleh bosnya gara-gara ada perbedaan pendapat yang tidak terlalu
penting antara keduanya. Atasan Agus benar-benar menunjukkan rasa tidak suka terhadapnya. Ia tidak lagi diikut-sertakan dalam
pengambilan keputusan.
"Bahkan dia tidak lagi memberikan saya dokumen maupun pekerjaan baru,"
keluh Agus. "Sangat memalukan duduk di depan meja kosong tanpa tahu apapun dan
tidak seorangpun yang membantu saya". Lantaran tidak tahan lagi, lalu Agus mengundurkan diri.
Para ahli SDM mengatakan, dari segala bentuk kekerasan, tindakan memperlakukan karyawan ditempat umum adalah yang terburuk.
Pada awalnya, si karyawan mungkin tidak langsung mengundurkan diri, akan tetapi pikiran itu sudah tertanam.
Jika kejadian terulang lagi, pikiran tersebut akan semakin kuat. Dan akhirnya, pada kejadian yang ketiga, karyawan itu
akan mulai mencari pekerjaan lain. Ketika seseorang tidak bisa membalaskemarahannya,
ia akan melakukan pembalasan "pasif". Biasanya dengan cara memperlambat
pekerjaan, berleha-leha, hanya melakukan pekerjaan yang disuruh
atau
menyembunyikan informasi penting. "Jika anda bekerja untuk orang yang menyebalkan, pada dasarnya anda ingin orang itu mendapat kesulitan.
Jiwa dan pikiran kita tidak menyatu lagi dengan pekerjaan kita," papar Agus.
para manajer bisa menekan bawahan melalui beragam cara.
Misalnya dengan mengontrol bawahan secara berlebihan, curiga, menekan, terlalu kritis, bawel
dan sebagainya. Namun para atasan tersebut tidak sadar bahwa karyawan bukan
merupakan aset tetap, mereka adalah manusia bebas. Jika ini terus berlanjut,
maka seorang karyawan akan mengundurkan diri, walau tampaknya cuma karena masalah sepele saja.
Bukan pukulan ke-100 yang menjatuhkan seseorang, tapi 99 pukulan yang
diterima sebelumnya. Memang benar, karyawan meninggalkan pekerjaannya
karena bermacam alasan untuk kesempatan yang lebih baik atau kondisi yang tidak
memungkinkan lagi. Namun banyak yang semestinya tetap tinggal jika tidak ada satu orang (seperti atasan Lesmana) yang terus-menerus mengatakan,"
Kamu tidak penting, saya bisa dapat lusinan orang yang lebih baik dari kamu!". Kendati tersedia segudang
pekerjaan lain (terlebih dalam keadaan pengangguran tinggi sekarangini),
bayangkanlah sesaat, berapa biaya atas hilangnya seorang karyawan yang
bertalenta tinggi.. Ada biaya yang harus dibayar untuk mencari pengganti,
ada biaya pelatihan bagi pengganti karyawan tersebut. Belum lagi
akibat yang ditimbulkan karena tidak ada orang yang mampu melakukan pekerjaan itu
saat calon pengganti sedang dicari, kehilangan klien dan kontak yang dibawa pergi
karyawan yang hengkang, penurunan moral karyawan lainnya, hilangnya rahasia penjualan dari karyawan tersebut yang seharusnya
diinformasikan ke karyawan lainnya, dan yang terutama turunnya reputasi perusahaan.
Lagi pula, setiap karyawan yang pergi, bagaimanapun juga akan menjadi"duta"
untuk mewartakan hal yang baik maupun yang buruk dari perusahaan itu.
Kita semua tahu suatu perusahaan telekomunikasi besar yang orang-orang ingin
sekali bergabung, atau suatu bank yang hanya sedikit orang ingin menjadi bagiannya. Mantan karyawan kedua perusahaan ini telah keluar
untuk menceritakan kisah pekerjaannya.

"Setiap perusahaan yang berusaha memenangkan persaingan harus
memikirkan cara untuk mengikat jiwa setiap karyawannya, " kata Jack Welch mantan orang
nomor satu di General Electric. Umumnya nilai suatu perusahaan terletak "diantara telinga" para karyawannya.
Karyawan juga manusia, punya mata, punya hati...

No comments:

Post a Comment